Blog ini adalah kumpulan berbagai macam tulisan dari buah fikiran saya yang saya alami, saya amati, dan saya baca. Kenapa dibelakang Judul Blog ada tambahan d'Is? d'Is adalah judul rumus Fisika ketika saya selesai menurunkan suatu rumus pada waktu saya mengajar. Sehingga d'Is sangat populer dikalangan anak didik saya..........
Kamis, 05 Februari 2009
GURU MASIH PANTASKAH “DIGUGU” DAN “DITIRU”……???
“Umar Bakri-Umar Bakri, pegawai negeri!”. Begitulah kira-kira teriak Iwan Fals dalam lagunya Umar Bakri yang dilantunkannya pada tahun delapan puluhan. Diceritakan oleh Iwan Fals bahwa Umar bakri adalah seorang tipe guru yang sangat sederhana yang datang ke sekolah hanya dengan menggunakan sepeda kumbang dan dan tas kulit dari kulit buaya. Namun dalam kesehariannya Umar Bakri sangat disegani dan dihormati murid-muridnya walaupun dengan penghasilan yang serba kekurangan.
Mungkin hal itu juga dialami oleh kita yang bersekolah kira-kira tahun 70-an.Bagaimana seorang guru begitu disegani dan dihormati oleh murid-muridnya bahkan juga oleh masyarakat dikampung atau ligkungannya. Seorang guru , guru SD sekalipun pada massa itu oleh murid dan masyarakat lingkungan dianggap manusia serba bisa yang mempunyai keahlian yang tidak dimiliki oleh orang lain. Di Sumatera bahkan seorang guru dipanggil “Tuan guru”, yang pada saat itu yang dipangil dengan tuan mungkin hanya tuan tanah atau orang yang memiliki kekayaan melimpah.
Waktu saya SD suatu kebahagiaan dan kehormatan apabila seandainya disuruh oleh guru datang kerumahnya sekedar menyapu rumah atau mencuci piring dan gelas. Apalagi bila hari Minggu tiba, suatu yang sangat dinantikan apabila guru menyuruh beberapa murid untuk membersihkan ladang atau kebunnya. Dengan membawa bekal nasi timbel dan ikan asin , serta peralatan kerja di kebun kita berangkat ke kekebun Pak Guru dengan suka ria.
Dulu kalau bertemu guru kita harus bersalaman dengan mencium tangannya. Untuk menghindari agar tidak bersalaman dengan guru biasanya kita menghindari dari bertemu dengan guru. Murid tidak ada yang berani membantah kepada guru. Apa pun yang diperintahkan oleh guru pasti ditaati dengan baik, karena barang siapa yang tidak mengerjakan perintah guru pasti akan mendapat sangsi dari guru. Apalagi ada pemeo dikampung apabila orang berani melawan pada guru maka akan “tula”, artinya adalah mendapat kesialan.
Begitulah pada masa itu guru adalah segala-galanya. Sikap, ucapan, tindakan, tingkah laku guru selalu menjadi panutan murid-muridnya. Bahkan guru merupakan imam bagi murid-muridnya. Kalau ada orang tua berbuat sesuatu yang tidak dimengerti selalu ditanyakan kepada guru. Guru memang digugu dan ditiru
Bagaimana dengan guru sekarang?
Tidak perlu banyak analisa untuk menjawabnya. Guru sekarang memang sudah agak berbeda dengan guru jaman dulu khususnya diperkotaan.Disamping penghidupan guru sudah agak lumayan walaupun selalu ada hutang di Bank dan Koperasi, juga situasi memang tidak lagi sama dengan jaman dulu. Apalagi sekarang guru sudah banyak yang lulus sertifikasi . Tentu penghasilanyapun sudah lebih memadai.
Murid-murid jaman sekarang sudah tidak lagi takut atau segan kepada Guru. Murid-murid jaman sekarang sudah kritis , berani menilai guru, mengkritik guru, dan bahkan menyalahkann guru. Apa saja yang dilakukan guru selalu menuai kritik dari murid baik secara langsung atau secara sembunyi-sembunyi. Bahkan mereka berani mencaci maki gurunya dengan menulis di atas meja belajar, ditembok kelas, di dinding sekolah, apalagi di WC
Murid tidak lagi perlu bersalaman bila bertemu dengan guru. Karena memang guru statusnya tidak setara bahkan lebih rendah dari murid-muridnya terutama di kota-kota bear. Guru berangkat ke sekolah hanya memakai mobil umum atau sepeda motor, walaupun sudah banyak pula yang pakai mobil, murid memakai motor dan mobil yang jauh lebih mentereng dan lebih majal harganya dari gurunya.
Orang tua selalu mengkritik guru karena guru menjual buku, guru menjual LKS, atau guru menjual diktat, bahkan foto copy. Guru dianggapnya makhluk yang paling tabu melakukan jual beli. Padahal apa yang dilakukan guru tersebut hanya dilakukan satu semester bahkan setahun sekali, itupun untungnya tidak seberapa. Tidak ada guru yang menjadi kaya karena menjual buku. Padahal sekarang jamannya teknologi informasi dimana informasi itu setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik selalu berubah. Internet sudah bisa di akses dimana-mana bahkan melalui telepon seluler .Tapi tetap saja buku adalah salah satu sumber belajar dan sumber informasi yang harus dimiliki oleh siswa..
Akibat banyaknya kritikan dari orang-orang yang mengatasnamakan orang tua siswa tersebut maka akhirnya memang penerintah melarang guru atau koperasi sekolah menjual buku maupun LKS. Apa akibatnya? Kebanyakan siswa di kelas tidak mempunyai buku. Karena memang guru tidak boleh menyuruh siswa membeli buku dari satu penerbit tertentu.
Begitu pedasnya orang mengkritik kinerja guru. Teman saya seorang wartawan sebuah tabloid datang kepada saya setelah dia mendengar dialog interaktif melalui stasiun radio swasta. Katanya seorang peserta interaktif melalui radio tersebut mengatakan:”Saya bisa mengajar anak saya menjadi pintar tanpa guru atau sekolah formal. Saya masukkan saja anak saya ke kursus komputer, kursus teknik, dan lain-lain”.
Mendengar ucapan teman saya tersebut saya langsung menjawab:”Memangnya kalau dia memasukan anaknya kekursus komputer, atau kursus apapun yang mengajarnya siapa? Apakah bukan Guru. Apakah yang mengajarnya makhluk gaib atau jin?” Mendengar jawaban saya tersebut teman sayapun terdiam..
Anak saya pernah bercerita.. Katanya guru matematika di sekolahnya diancam dikeluarkan dari sekolahnya atau akan diajukan ke pengadilan. Saya bertanya kenapa?.Katanya karena guru matematikanya tersebut memukul seorang murid.
Kebetulan muridnya tersebut adalah anak seorang penegak hukum. Saya tanya lagi kenapa sampai gurunya tersebut memukul murid tersebut? Apakah guru tersebut memang ringan tangan? Tidak Pa, kata anak saya. Guru itu sangat baik, tidak pernah memukul, dia memukul karena anak tersebut sudah diperingatkan, tapi justru melawan dengan berbicara kasar. Tanpa cross chek terlebih dahulu orang tua siswa tersebut langsung mencak-mencak mendatangi sekolah setelah mendapat laporan dari anaknya.
Di sebuah sekolah guru hampir saja di ajukan ke meja hijau, karena ada seorang siswa yang tidak lulus alam Ujian Sekolah. Karena masih belum puas juga orang tua siwa yang tidak lulus tersebut membawa saudaranya yang (maaf!) anggota Dewan untuk menghadap kepala sekolah agar anaknya bisa lulus. Karena kepala sekolah mengatakan bahwa dia tidak bisa meluluskan siswa. bahwa yang memutuskan lulus atau tidaknya seorang siswa adalah rapat pleno,setelah memperhatikan kriteria kelulusan dan mempertimbangkan berbagai aspek maka kepala sekolah (…yang notabene adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah…) mendapat bentakan dari anggota Dewan tersebut. Tapi kepala sekolah tetap pada keputusannya karena yakin apa yang dilakukannya adalah benar.
Begitulah guru disorot dan dikritik dengan sangat keras dimana-mana. Koran akan laku keras apabila memuat berita tentang kekerasan, pelecehan seksual, atau korupsi yang dilakukan oleh Guru. Seperti pemukulan yang dialakukan oleh seorang oknum guru SMK di Sulawesi, pemukulan yang dilakukan oleh seorang guru di sebuah SMP di Bandung, dan lain-lain.
Suatu ketika operator telepon di sekolah saya melapor kepada saya, kebetulan pada waktu itu saya sedang piket, katanya tadi orang tua seorang siswa menelpon marah-marah karena anaknya wajahnya merah-merah gatal dan sakit luar biasa gara-gara pada hari minggu latihan kabaret. Orang tua tersebut menanyakan siapa yang bertanggung jawab? Karena hanya seorang operator dia tidak bisa menjawab. Orang tersebut langsung mengatakan kalau tidak ada yang bertanggung jawab dia akan menuntut ke pihak sekolah atau bahkan ke pengadilan. Padahal alangkah lebih baiknya bila konfirmasi dulu ke sekolah.
Saya mendengar dialog interaktif di sebuah stasiun televise suasta yang dipandu oleh seorang penyiarnya. Dari dialog itu saya menyimak dua orang peserta interaktif.
Yang pertama, seorang bapak mengatakan bahwa sebaiknya guru tidak menjual buku. Seperti jaman dulu, buku itu dipinjamkan dari perpustakaan. Setelah naik kekelas yang lebih tinggi buku itu di kembalikan. Dan siswa tidak membayar, kecuali kalau bukunya hilang atau rusak siswa wajib mengantinya.
Secara pribadi saya sangat setuju dengan usulan bapak tersebut. Tapi apakah ada sekarang ini buku paket yang tersedia dari pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan siswa yang mudah dimengerti dan dipahami. Belum lagi bila mengikuti perkembangan jaman dan perubahan kurikulum. Saya kira usulan bapak tadi kuranglah memadai karena sebagai sumber belajar guru biasanya menyuruh siswanya memiliki lebih dari satu buku sumber.
Kenapa buku-buku dari penerbit swasta diminati? Karena kemasannya bagus dan manarik, sistematika penulisannya juga baik, uraian materinya mudah dimengerti dan dipahami serta contoh soal dan pembahasannya variatif dan cukup memadai. Walaupun ada juga penerbit yang bukunya tidak menarik, tapi penerbit seperti ini pasti tidak laku disekolah-sekolah yang gurunya mengerti kualitas sebuah buku.
Jadi intinya adalah pemerintah harus menyediakan dan menerbitkan buku-buku yang berkualitas sebagai sumber belajar siswa. Janganlah menerbitkan buku-buku pelajaran yang hanya sekedar memenuhi kebutuhan proyek, sehingga buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah hanya sekedar sebagai hiasan perpustakaan saja.
Sekarang Depdiknas memang sudah menerbitkan buku elektronik e-book, tapi sayang hanya beberapa buku yang sudah terbit sehingga juga belum memadai. Apalagi tidak semua sekolah memiliki jaringan internet, tetrutama sekolah-sekolah di daerah pinggiran.
Yang kedua, juga seorang bapak-bapak peserta interaktif dengan berapi-api dan emosional mengatakan bahwa guru tidak usah lagi menjual buku karena guru sekarang sudah kaya-kaya, gajinya besar, penghasilannya dari mana-mana, belum lagi dari hasil less. Guru yang mana yang gajinya besar? Guru yang mana yang kaya? Jangan hanya melihat sebelah mata. Kalau dikota besar mungkin sepintas kita melihat ada guru yang kaya. Tapi saya yakin kalau hanya dari gaji seorang guru yang pegawai negeri tanpa ada usaha lain diluar guru adalah suatu hal yang mustahil seorang guru menjadi kaya. Mungkin ada guru di kota besar yang kaya karena mereka mempunyai usaha lain diluar menjadi guru atau mungkin saja mereka mendapat warisan dari orang tuanya.
Guru memang sudah kurang dipercaya lagi. Buktinya kalau Ujian Nasional guru mata pelajaran yang di Ujian Nasionalkan harus dirumahkan, harus ada pengawas indepenen dari Perguruan Tinggi bahkan dari LSM. Mereka mencari-cari kesalahan guru. Guru bagaikan terdakwa yang harus diawasi segala gerak geriknya.
Apalagi mulai tahun ini. Penyelenggara Ujian NAsional adalah Perguruan Tinggi. Kepala Sekolah hanyalah ketua Panitia. Sadarkah Pemerintah( Depdiknas) bahwa dengan mempercayakan Penyelenggaraan Ujian Nasional Ke Perguruan Tinggi adalah wujud ketidak berdayaannnya dalam Penyelenggaraan Ujian Nasional?
Sadarkah Pemerintah(Depdiknas) bahwa dengan mempercayakan Penyelenggaraan Ujian Nasional Ke Perguruan Tinggi adalah wujud ketidak percaayaannnya kepada guru dalam Penyelenggaraan Ujian Nasional?
Citra guru sebagai pendidik nampaknya semakin hancur karena media massa memang senang sekali membuat berita-berita negatif tentang guru. Kasus pemukulan oleh guru, kasus pengusiran oleh guru karena belum membayar SPP, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru , kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan terakhir kasus pemukulan puluhan siswa oleh guru di sebuah SMK , menjadi santapan empuk media massa dan membuat citra guru semakin terpuruk.
Jadi, masihkah guru pantas digugu dan di tiru? Silahkan tanya pada hati nurani masing-masing.
Guru....guru....kasian deh lu........!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ok, bagus artikelnya, tp bgm kalo ada guru jual lks harga 2 kali lipat, kasihan murid jg kan. sy netral, itu nurani guru yg jual buku.
BalasHapussilahkan jagi guru om
BalasHapus